Selain rentan kecelakaan, penggunaan baby walker juga diduga dapat mengakibatkan kelainan kaki.
Berikut adalah petikan sebuah e-mail dari orang tua Indonesia yang tinggal di Australia:
Di sini baby walker sangat tidak direkomendasi penggunaannya karena banyak kecelakaan terjadi akibat penggunaan yang tidak diawasi dengan ketat. Dengan tidak adanya rekomendasi tersebut, otomatis barang ini jadi langka. Kalaupun ada yang beli dan sampai terjadi kecelakaan, konsumen enggak bisa menyeret produsen ke pengadilan (ibaratnya sudah tahu bahayanya, kok masih dipakai.. yah salah sendiri). Lagi pula kalau si anak udah siap jalan, dia akan jalan kok... malah baby walker bikin anak menjadi malas untuk berjalan.....
Bunyi surat itu sangat pas mewakili kesadaran orang tua akan bahaya yang bisa ditimbulkan baby walker. Sayang, kesadaran orang tua di Indonesia akan keamanan baby walker yang kurang tampaknya masih minim. Nyatanya di sini baby walker masih saja digunakan, atau setidaknya produk ini masih banyak dijual di pasaran. Padahal, seperti dijelaskan dr. Karel A.L. Staa. M.D., dari Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta, kalau mau melirik kembali ke negara-negara barat, Amerika katakanlah, soal keamanan baby walker ini sudah menjadi ajang perdebatan seru sejak lama.
Sampai-sampai, desain "alat bantu" belajar jalan ini, tidak pernah sama dari tahun ke tahun dan diberi semacam masa "kedaluwarsa" oleh pihak pemerintahnya. Jika setelah diteliti, desainnya dianggap tidak cukup baik untuk bayi, anjuran pemakaiannya akan ditinjau kembali bahkan kalau perlu dihapuskan. Pada tahun 1997, umpamanya, desain baby walker pernah diubah menjadi lebih besar dari ukuran sebelumnya dengan maksud agar benda itu tidak bisa menerobos pintu rumah.
Sayang, ukuran yang diubah tersebut tetap tidak dapat mencegah terjadinya kecelakaan lain. Oleh karena alasan inilah akhirnya produksi baby walker di negeri Paman Sam tersebut dihentikan. "Sementara desain baby walker yang beredar di Indonesia merupakan desain kuno yang sebenarnya sudah ditinggalkan di negara asalnya," ujar Karel. Akhirnya, kecelakaan pada bayi yang sudah dialami beberapa tahun lalu di Amerika Serikat sampai kini masih terjadi di Indonesia.
TERKESAN PRAKTIS
Lalu kenapa alat bantu jalan ini tetap diminati? Menurut Karel karena baby walker secara sekilas terkesan praktis. Si kecil tinggal dimasukkan ke dalamnya, lalu ia pun bisa berjalan ke sana kemari dengan leluasa. Bagi bayi berusia 7-12 bulan yang sedang tidak bisa diam dan tengah melatih kemampuannya berjalan, baby walker merupakan penyelamat tenaga orang tua. Bukankah dengan begitu orang tua jadi tak perlu capek-capek menatih si kecil?
Apalagi di balik bahaya tersembunyi yang ada, baby walker tampak sebagai benda yang bermanfaat. Ketika bayi duduk atau berdiri dalam baby walker-nya, ia bisa menggerakkan kaki-kakinya dengan lincah. Jadilah orang tua berpikir, "Ah, kaki anakku jadi terlatih untuk bergerak. Ini kan baik untuk persiapan fase berjalannya!" Namun, alasan penggunaan baby walker yang paling utama biasanya berkaitan dengan upaya mengatasi keinginannya bergerak ke sana kemari. Dengan bisa bergerak leluasa ia menjadi lebih tenang dan tidak bosan. Sementara bagi orang tua, ketenangan si bayi memberi kesempatan kepadanya untuk mengurus berbagai pekerjaan rumah tangga tanpa harus mendampingi si kecil setiap saat.
RIBUAN KASUS
Kenyataannya, menurut penelitian di Amerika Serikat sekitar 14.000 kasus bayi masuk rumah sakit diakibatkan oleh kecelakaan saat menggunakan baby walker. Antara lain karena si kecil suka bereksplorasi ke setiap sudut rumah, komposisi roda yang tidak mendukung keamanan, komposisi rangka kurang kokoh, dan bentuknya yang membuat anak rentan jatuh.
Namanya juga bayi, tentu saja ia belum bisa mengenal situasi lingkungan; belum bisa membedakan mana permukaan curam atau landai, tangga atau lantai, benda berbahaya atau aman. Inilah beberapa kecelakaan yang sering terjadi akibat penggunaan baby walker:
* Menggelinding di tangga
- kecelakaan ini kemungkinan besar mengakibatkan patah tulang dan luka serius pada kepala.
* Terkena benda panas
- ketika duduk dalam baby walker anak jadi bisa meraih benda-benda yang dapat membahayakan dirinya. Contohnya secangkir kopi panas di atas meja.
* Tenggelam
- tanpa disadari anak meluncur (dengan menggunakan baby walker-nya) ke dalam kolam renang, bath tub, atau toilet lalu tercemplung.
* Meraih obyek berbahaya
- dengan baby walker, anak lebih mudah meraih obyek berbahaya seperti gunting, pisau, atau garpu yang tergeletak di atas meja misalnya.
* Terjepit
- ketika melewati permukaan yang bercelah, kaki bayi bisa terjepit dan terkilir. Tangannya juga bisa saja terjepit saat meraih celah daun pintu.
Yang mengejutkan, penelitian menyatakan bahwa mayoritas kecelakaan baby walker terjadi ketika orang tua atau pengasuh sedang mengawasi anaknya. Mengapa demikian? Karena kita seringkali kalah cepat dengan kecepatan bayi dalam baby walker yang dapat meluncur lebih dari 1 meter dalam 1 detik. Untuk itulah baby walker sama sekali tidak aman untuk digunakan, meskipun di bawah pengawasan orang dewasa.
MENYEBABKAN KELAINAN KAKI
Karel masih menambahkan soal penggunaan baby walker yang dari sisi medis pun tidak cukup bermanfaat, malah cenderung merugikan. Soalnya, aktivitas motorik yang terjadi pada saat anak menggunakan baby walker hanya melibatkan sebagian serabut motorik otot saja, yaitu otot-otot betis. Padahal untuk bisa berjalan dengan lancar dan benar, fungsi otot paha dan otot pinggul juga perlu dilatih.
Kemampuan berjalan, lanjut Karel, merupakan salah satu keterampilan motorik kasar (gerakan yang dihasilkan oleh koordinasi otot-otot besar), yang umumnya harus sudah bisa dilakukan anak 1 tahun dengan toleransi waktu 3 bulan. Bila proses pelatihannya tidak benar maka akan membuat anak justru jadi lambat berjalan. Sebaliknya, semakin intensif dan tepat stimulasi fisiknya maka perkembangannya pun semakin pesat. Bila dibarengi dengan asupan gizi yang seimbang, mungkin saja di usia 9-10 bulan bayi sudah bisa berjalan.
Jadi manfaat pemakaian baby walker tidak cukup membantu anak latihan berjalan. Di tempat berbeda Dra. Jacinta F. Rini, M.Si., dari e-psikologi.com, menambahkan, secara psikologis penggunaan baby walker memang tidak menguntungkan, "Secara psikologis baby walker akan membuat anak malas untuk belajar berjalan sendiri karena anak sudah keburu merasa enak bisa bergerak ke mana pun tanpa harus susah payah menjejakkan kakinya."
Penggunaan baby walker bahkan dicurigai bisa mengakibatkan kelainan kaki pada anak. Memang belum ada penelitian yang menunjang. Namun, kenyataan bahwa bayi duduk sambil mengangkang dalam baby walkernya diduga bisa menyebabkan kelainan tulang paha. Nah, berdasarkan pemahaman inilah, banyak ahli menduga penggunaan baby walker dapat menyebabkan anak berjalan seperti bebek alias agak mengangkang.
Terbiasa berjalan dengan baby walker juga bisa menimbulkan kelemahan otot-otot tungkai. Ketika diajarkan berjalan anak cenderung jatuh yang akhirnya sering membuatnya trauma dan tidak mau mencoba melakukannya lagi sehingga kemampuan berjalannya pun menjadi lebih lambat.
ALAMI LEBIH BAIK
Jadi menurut Karel, tinggalkan baby walker. Juga, ketimbang mencari-cari alternatif alat bantu jalan lainnya, ia lebih menyarankan agar si kecil diajak berenang, karena dengan begitu semua otot tubuhnya bergerak, dari otot kaki, lengan, dan leher. Kalaupun tidak, cara melatih anak berjalan yang terbaik adalah yang alami. "Sangat baik anak belajar berjalan secara alami karena dapat melatih 100 persen serabut motorik otot. Mulai otot betis, paha, maupun pinggul. Bila keseluruhan serabut otot dilatih maka anak bisa berjalan dengan lebih baik. Jadi secara medis lebih menguntungkan kalau kita pakai cara alami daripada cara penunjang." Meskipun si kecil harus jatuh bangun, anggaplah hal ini sebagai pelajaran dari pengalamannya sendiri.
Yang patut dicermati, sebaiknya latihan berjalan dilakukan dengan bertelanjang kaki. Cara ini akan melatih jari-jari kakinya agar lebih terkoordinasi. Tentu, lantainya pun harus bersih dari partikel atau benda yang dapat melukainya. Juga hindari lantai yang terlalu licin karena bisa membuatnya terpeleset yang mungkin saja membuat anak trauma dan takut dilatih berjalan.
TAHAP PERKEMBANGAN KEMAMPUAN FISIK ANAK
S udah seharusnya, orang tua mengetahui tahap demi tahap proses perkembangan kemampuan fisik anak sehingga bila terjadi keterlambatan pertumbuhan kita bisa segera mendeteksinya. Berikut, perkembangan motorik kasar anak secara garis besar:
0 - 1,5 bulan: Sudah bisa mengangkat kepala sekitar 45 derajat.
1,5 - 3,5 bulan: Kemampuan mengangkat kepalanya meningkat sampai 90 derajat. Kemudian bila bayi didudukkan dengan disandarkan ke tubuh kita maka kepalanya harus sudah bisa tegak.
3,5 - 4,5 bulan: Sudah bisa mengangkat dadanya bila diposisikan tengkurap. Bayi pun sudah bisa melakukan tengkurap sendiri dan membolak-balik tubuhnya.
5 bulan: Bayi sudah dapat duduk dengan hanya ditopang punggungnya.
6 - 8 bulan: Sudah dapat duduk sendiri tanpa bantuan. Di usia ini pun kebanyakan bayi sudah mulai belajar merangkak. Namun, merangkak bukan merupakan tonggak perkembangan utama. Bila bayi tidak merangkak maka bukan suatu kelainan karena beberapa bayi yang tidak melaluinya terbukti mengalami perkembangan motorik yang normal.
7,5 - 10 bulan: Bayi sudah mulai berusaha belajar berdiri dengan berpegangan pada tepi meja atau kursi. Beberapa anak ada yang sudah mulai belajar berjalan dengan cara merambat maupun berjalan beberapa langkah.
12 - 15 bulan: Anak sudah bisa berjalan tanpa harus berpegangan.
No comments:
Post a Comment